Pengembangan Diri

Tirani Pikiran (Perasaan) Positif | Tulisan Gde Prama

 “Setiap kekerasan yang dilakukan di luar memiliki akar kokoh pada kekerasan yang dilakukan seseorang di dalam”, begitu bunyi kesimpulan banyak penelitian yang mendalami pelaku kekerasan di banyak agama. Sangat masuk akal, terutama karena hawa panas di luar hanya akan membakar jika seseorang di dalamnya bensin atau daun kering.

Belajar dari sini, mari mendalami dinamika kekerasan di dalam diri. Bagi ia yang tidak disentuh meditasi sama sekali, setiap kali muncul pikiran (perasaan) negatif, reaksi alami di dalam adalah menghakimi diri sendiri, kemudian membuang pikiran (perasaan) negatif sejauh mungkin. Kenapa demikian, karena agama dan norma melarang manusia memiliki hal-hal negatif.

Untuk diendapkan para sahabat lebih dalam, sebagaimana alam tidak bisa membuang malam, mawar tidak bisa membuang duri, manusia tidak bisa membuang pikiran (perasaan) negatif. Dan semakin ia dicoba untuk dibuang dan ditendang, semakin sering pikiran (perasaan) negatif datang mengganggu. “What you resist persist”, itu bunyi hukum tua di psikologi. Semakin dilawan semakin kuat.

Karena demikian keadaannya, tiap kali dikunjungi pikiran (perasaan) negatif, jangan izinkan pikiran (perasaan) positif menjadi satu-satunya penguasa di dalam. Disamping pilihan pertama berupa menghakimi diri, pilihan kedua mau membuang pikiran (perasaan) negatif, ada pilihan ketiga yang jauh lebih sehat. Yakni mendengar pesan spiritual yang dibawa oleh pikiran (perasaan) negatif.

Melalui cara ini, di satu sisi pikiran (perasaan) negatif tidak diperkuat dengan cara ditendang, di lain sisi seseorang mulai tumbuh utuh (whole). Ingat, kesembuhan (health) berasal dari ke-u-Tuhan (whole). Bersamaan dengan itu, selalu simpan di dalam hati, tidak ada manusia yang selalu sehat dan bahagia. Bahkan Buddha pun mengenal rasa jenuh makanya pindah-pindah Vihara.

Untuk membantu para sahabat agar sehat selamat di zaman yang diintai banyak bahaya ini, berikut beberapa pesan spiritual di balik pikiran (perasaan) negatif. Terutama agar para sahabat tidak melakukan terlalu banyak kekerasan di dalam, sehingga kekerasan di luar tidak perlu terlalu membakar.

  1. Pesan spiritual di balik ketakutan (kepanikan). Karena takut jurang orang menjauh dari jurang. Karena takut ular, manusia menjauh dari ular. Dengan kata lain, ketakutan adalah kekuatan penjaga di dalam. Izinkan diri Anda “dijaga” ketakutan dengan merawat kesehatan, menjauhkan diri dari lingkungan yang mengganggu kesehatan. Cukup sampai di situ. Tidak perlu berlebihan
  2. Pesan spiritual di balik kemarahan sederhana, ia memberi tahu bahwa orang yang sering membuat marah, apa lagi membahayakan, panggilan jiwanya sangat berbeda. Tidak perlu membalas dendam, ia hanya akan mengundang bahaya yang lebih besar. Cukup menjauh secara sopan. Gunakan ia sebagai Guru kesabaran dan kesempurnaan.
  3. Pesan spiritual di balik kebencian simpel, di dalam hadir terlalu banyak energi negatif. Ia memerlukan lebih banyak energi positif sebagai penyeimbang. Dari mendengarkan musik, bertaman, sampai melakukan hal-hal yang menyamankan jiwa. Sambil jangan lupa, di rumah tua keseimbangan tubuh mudah sehat, perjalanan jiwa mudah selamat.
  4. Pesan spiritual di balik kesedihan jelas sekali. Tanpa malam, siang tidak akan indah. Tanpa sampah, tidak akan ada bunga indah. Dengan cara yang sama, tanpa kesedihan, maka kebahagiaan tidak akan pernah dalam. Tiap sahabat yang pernah melewati kesedihan panjang mengerti, kesedihanlah panjanglah yang melahirkan kebahagiaan yang sangat dalam.

Guru besar psikologi dari Universitas Harvard Susan David dalam mahakaryanya “Agile Emotion” jernih sekali dalam hal ini. Pikiran (perasaan) tidak mengenal istilah negatif-positif. Ia adalah bagian alami dari tubuh manusia. Sealami alam yang punya malam, sealami mawar yang memiliki duri. Makanya, Susan David punya obat yang menyembuhkan: “Radical acceptance of all emotions”.

Ternyata obat tuanya keluarga Compassion “terima, mengalir, senyum”, mendapat pembenaran dari Guru besar psikologi kenamaan. Tidak main-main dari Universitas Harvard. Bahasa praktis psikologisnya, begitu pikiran (perasaan) di dalam di terima, jarak antara aksi orang dengan reaksi Anda (stimuli and response) akan semakin lebar. Sehingga dampak buruknya lebih minimal.

Contohnya, sebut saja tetangga marah besar. Ia mengundang kemarahan di dalam. Menjauhlah dari kebiasaan tua menghakimi diri sendiri karena masih marah, menjauh juga dari keserakahan tua mau membuang kemarahan. Kemudian ingat pesan spiritual di balik kemarahan: “Orang marah panggilan jiwanya berbeda”. Akibatnya aksi kemarahan orang membuat Anda menjauh secara sopan.

Jika itu terjadi, tidak saja para sahabat selamat, tetangga yang marah juga selamat. Setidaknya tidak jadi berhubungan dengan polisi. Ingat jiwa-jiwa yang indah, sedekat apa pun seseorang dengan Tuhan, sedalam apa pun meditasi seseorang, di dalam akan tetap ada kesedihan. Jika berkonsentrasi pada pesan bimbingannya, maka kesedihan menjadi kekuatan yang menyelamatkan.

Pusat layanan gratis (tanpa bayar) keluarga spiritual Compassion:
P3A (Pusat Pelayanan Perawatan Anak berkebutuhan khusus)
P3B (Pusat Pelayanan Pencegahan Bunuh Diri)
P3C (Pusat Pelayanan Pencegahan Perceraian)
082335555644 (Telkomsel)
081999162555 (XL)
085857536536 (Indosat)

Photo by Artem Ivanchencko on unsplash

Related posts

Cara Menjaga Kesehatan Mental

admin

Cara Menghasilkan Uang dari Dunia Digital

admin

Mengenal dan Belajar Bahasa Urdu

admin

Leave a Comment